Bandung, Kompas - Sekitar 8.000 perempuan di Jawa Barat berpotensi
terkena kanker serviks atau kanker leher rahim per tahun. Namun, hal itu
sulit ditangani karena banyaknya faktor yang memengaruhi.
"Paling
banyak ditemukan 1.000 kasus kanker serviks per tahun di Jabar.
Padahal, setiap perempuan berisiko terkena kanker serviks tanpa
terkecuali," kata pakar obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung, Herman Susanto, dalam Talk Show Kanker
Serviks yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesehatan
Unpad, Kamis (29/4) di Bandung.
Kanker serviks terjadi ketika
tumbuh sel tidak normal pada leher rahim. Kanker ini disebabkan human
papilloma virus (HPV) yang bersifat onkogenik (menyebabkan kanker).
Penularannya, antara lain, melalui hubungan seksual.
Hingga kini
kanker serviks ada pada urutan keempat kanker mematikan di Indonesia.
Rasio rata-ratanya, dari 100 orang per 100.000 penduduk yang terkena
kanker, 20 persen di antaranya adalah penderita kanker serviks.
Minim
Herman
mengatakan, minimnya penemuan kasus kanker serviks disebabkan berbagai
hal, seperti kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk
memeriksakan leher rahim, biaya pemeriksaan yang mahal (Rp 1 juta-Rp 2
juta), atau rasa malu penderita untuk memeriksakan diri.
Akibatnya,
jumlah penderita kanker serviks bertambah dan pasien datang
memeriksakan diri sudah dalam kondisi parah. Hal ini sangat disayangkan
karena kanker serviks dapat disembuhkan bila terdeteksi sejak awal.
Untuk
mengetahui sejak awal, masyarakat bisa melakukan dua langkah, yaitu
vaksinasi dan deteksi dini. Vaksinasi merupakan pencegahan primer
mencegah infeksi HPV 16 dan 18 yang turut andil 71 persen sebagai
penyebab kanker serviks. Vaksinasi juga dapat memberikan perlindungan
dari HPV penyebab kanker, seperti tipe 45, 31, dan 33.
"Vaksinasi
hendaknya dilakukan sejak awal ketika remaja putri berusia 10 tahun dan
diberikan dengan tiga tahap pemberian, yaitu bulan 0, 1 atau 2, dan 6.
Sejauh ini efek samping yang timbul hanya bersifat lokal, seperti nyeri
di daerah sekitar penyuntikan," kata Herman.
Adapun deteksi dini
bisa melacak sel abnormal dan kanker serviks meski tidak dapat mencegah
infeksi HPV. Vaksinasi dan deteksi dini yang dilakukan bersamaan dapat
mengurangi kanker serviks secara efektif.
"Akan tetapi, untuk
meringankan biaya pencegahan dan pengobatan, sebaiknya setiap orang
sedari awal memerhatikan gaya hidupnya hingga tidak berhubungan seksual
selain dengan pasangannya. Jangan tunggu hingga tahap pengobatan dan
terapi prakanker dan kanker yang mencapai Rp 60 juta," ujarnya.
Menurut
staf tenaga kesehatan di UPT Kesehatan Unpad, Susiana, UPT Kesehatan
Unpad juga melayani pemeriksaan kanker serviks. Saat ini pihaknya
menyediakan pemeriksaan dengan biaya lebih murah. Biaya satu kali
deteksi awal dan vaksinasi adalah Rp 1.850.000. Pasien akan menerima
vaksinasi dan deteksi dini dengan pembayaran yang bisa dicicil.
"Hal itu kami harap bisa meringankan warga yang hendak memeriksakan diri," ujar Susiana. (CHE)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar